Dua tahun setelah tergeser dari posisi teratas eksportir beras terbesar dunia, Thailand berencana merebut tempatnya kembali. Negara ini kembali bangkit setelah dampak skema subsidi yang seenaknya mereda dan Thailand menjual beras dengan harga lebih murah ke pasar global.
Yingluck Shinawatra memenangkan voting di daerah pedesaan yang ia butuhkan untuk menduduki kursi Perdana Menteri Thailand pada 2011. Salah satu programnya saat itu adalah subsidi pertanian, yakni menawari petani harga beras 50% di atas harga pasaran.
Namun, pasar dunia justru terguncang, meninggalkan Thailand dengan sekitar 18 juta ton beras yang terlalu mahal dan Yingluck yang terkena tuduhan korupsi.
Posisi Thailand lalu disalip India pada 2012. Pembeli menyerang balik upaya Thailand membiayai subsidi yang menghabiskan banyak dana dengan menaikkan harga global melalui penimbunan beras.
India dan Vietnam dengan gesit merebut bagian pangsa pasar Thailand. Pemerintah Indiapun dengan cepat mengeluarkan lebih banyak beras untuk ekspor.
Junta Thailand yang mengambil alih kekuasaan pada Mei segera mengakhiri skema beras setelah kudeta. Timbunan beras dijual untuk menurunkan harga beras Thailand menjadi sekitar $450 (Rp 5,5 juta) per ton, sebanding dengan harga di India dan Vietnam. Kini banyak orang meramalkan industri beras Thailand akan bangkit kembali.
"Saya yakin kita bisa mendapatkan kembali gelar dunia kami tahun ini," kata Chookiat Ophaswongse, presiden kehormatan Asosiasi Eksportir Beras Thai. Next
(odi/dni) This entry passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.